2.500 Keluarga Miskin di Pinggiran Selatan Buenos Aires Menentang Pengadilan dan Covid-19 – Sekitar 40 persen dari 45 juta penduduk Argentina adalah masyarakat dengan ekonomi kebawah. Angka ini terus meningkat sejak terjadinya resesi pada 2018. Bahkan pada tahun ini ekonomi Argentina anjlok hampir 10 persen lebih karena wabah covid-19. Hal ini disampaikan menurut perkiraan Dana Moneter Internasional. Kemiskinan yang tidak ada berhenti ini mengakibatkan semakin banyaknya maksyarakat miskin yang kesusahan akibat covid-19. Akibatnya, kebanyakan dari mereka mulai kehilangan pekerjaannya dan meninggalkan rumah sewa karena tidak mampu membayar sewa.
Di pinggiran Buenos Aires, sebanyak 2.500 keluarga berada dalam kamp-kamp ilegal yang sudah mereka duduki lebih dari 2 bulan. Kamp-kamp sementara ini mereka gunakan untuk dijadikan tempat tinggal lantaran sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi. Hal ini tentu bertentangan dengan kebijakan pemerintah setempat.
Menurut keterangan salah satu penduduk kamp, Yamila (25), sebagian besar orang-orang kamp adalah pengangguran yang kehilangan pekerjaannya akibat pandemi covi-19. Mereka tidak mampu lagi membayar sewa dan tidak kuat menahan cuaca dingin jika harus tidur di pinggir jalan. Beberapa dari penduduk kamp semula sudah sempat kembali ke kampung halamannya, dimana dia dan saudara-saudaranya tinggal saat kecil bersama orang tuanya. Namun hal ini justru lebih buruk. Pasalnya, mereka terpaksa harus berbagi rumah dengan 14 kerabatnya. Siapa lah yang mau jika berada dalalm kondisi ruangan seperti itu.
Mereka menjelaskan kerumumanan orang di 100 hektar tanah tandus tempat mereka mendirikan kamp-kamp tersebut selalu berusaha mengikuti protokol kesehatan yang berlaku sebisa mereka. Mereka tetap menggunakan masker dan menjaga jarak antar keluarga sebaik mungkin serta menghindari kerumunan. Mereka sadar bahwasanya virus Corona adalah virus yang sangat mematikan.
Sekelompok penasihat hukum pemerintahan setempat telah mengajukan perintah untuk melakukan penggusuran terhadap kamp-kamp tersebut, namun terhambat karena minggu ini kamp-kamp tersebut justru menjadi berita utama nasional saat peerintah nasional dan provinsi setempat mengumumkan posisi mereka.
Padahal, Buenos Aires sering disebut sebagai provinsi terkaya di Argentina, namun faktanya justru menyedihkan. Setengah dari 15 juta penduduknya merupakan keluarga miskin. Mayoritas masyarakat miskin yang hidup berdesakkan mengumpul di distrik yang mengelilingi kota Buenos Aires. Akibatnya hingga saat ini tercatat 90 persen kasus corona di Argentina, yakni sebesar 400.000 lebih dengan angka kematian 8.000 yang termasuk anggota yang meninggal adalah berasal dari wilayah ini.
Pendirian kamp ini dimulai tanggal 20 Juli. Pada saat itu, orang-orang mulai menyiangi tanah tandus, mengusir tikus lalu mendirikan rumah sementaranya. Kamp-kamp ini dengan sangat cepat menjadi ramai, bahkan terdapat seribu kamp dalam kurun waktu 1 minggu.
Di Argentina, aturan lockdown mulai diberlakukan per 20 Maret untuk membendung kemajuan pandemi dan bertujuan menurunkan angka penularan. Namun aturan lockdown ini membawa dampat serius bagi masyarakat yang rata-rata bermata pencaharian sebagai pekerja rumah tangga, buruh bangunan, tukang kebun dan pekerja serabutan lainnya. Semenjak lockdwon, kondisi keuangan mereka carut marut bahkan beberapa diantaranya terhenti.
Yael, seorang ibu rumah tangga mengaku, jika semula suaminya mendapatkan uang dengan berjualan camilan di kereta Argentina, namun semenjak aturan lockdown, kereta menjadi sepi bahkan kosong. Pundi-pundi uang mereka tertutup rapat. Sejak saat itu, mereka mulai mengemas barang-barang mereka menuju kamp penampungan.
Alasan lain mengapa mereka berani menduduki kamp adalah karena mereka mengira bahwa tanah Guernica (tempat mereka mendirikan cap) tidak memiliki pemilik, atau setidaknya tidak ada yang secara resmi mengklaimnya sebagai milik mereka di pengadilan.